Entri Populer

Selasa, 17 Mei 2011

LAWU – Puncak Perdana Jejak Langkah Kakiku

Disaat teman-teman saya menikmati liburan semester genap dengan mudik, berkumpul dengan sanak keluarga, saya memanfaatkan liburan yang cukup panjang dengan melakukan pendakian ke gunung Lawu. Saat liburan tersebut, saya memang sedang menjalani rangkaian DIKTAP (Pendidikan dan Pemantapan) sebagai salah satu syarat menjadi anggota penuh MEPA-UNS, dan salah satu rangkaian kegiatan DIKTAP Divisi Hutan Gunung yaitu melakukan pendakian ke gunung Lawu. Kami memutuskan ke Lawu karena jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh, transportasi menuju lokasi pun cukup mudah dan biaya yang terjangkau. Rencana mendaki Lawu dan persiapannya tidak membutuhkan banyak waktu, cukup 2 hari itu pun karena peralatan sudah tersedia di gudang, hanya tinggal mengecek peralatan dan logistik yang kan dibeli Sebelumnya kami melakukan latihan fisik agar tidak kaget ketika melakukan pendakian nanti.
Sabtu, 18 Juli 2009, saya dan keenam teman-teman terdiri dari aku, Rus, mb Cemet, Yogy, mb Upix, ms Juki, kami berangkat dari Solo sekitar pukul 15.00 WIB menaiki bis Langsung Jaya. Perjalanan kurang lebih satu setengah jam. Waktu menunjukkan 16.30 ketika sampai diterminal Tawangmangu. Kami pun menyempatkan diri untuk belanja sayuran untuk bekal di puncak. Karena sudah terlalu sore, kami mencarter mobil menuju Cemoro Kandang yang berjarak 9,5 km. Career diletakkan diatap mobil, diikat agar tidak jatuh ke jalan. Sampai di Gerbang Cemoro Kandang, kami segera menuju masjid untuk melaksanakan sholat Ashar sekaligus mengisi air ke dalam jerigen untuk bekal perjalanan. Disana kami banyak menemukan teman-teman yang sedang beristirahat selepas melakukan pendakian ataupun orang-orang yang sedang mengecek perbekalannya yang baru akan melakukan pendakian. Mulai dari kalangan MAPALA universitas lain, Bapak-bapak pencinta alam, juga anak–anak PRAMUKA. Perutpun tak lupa kami isi dengan semangkuk soto yang dijual di dekat basecamp. Lumayan untuk menghangatkan badan ditengah udara dingin Gunung Lawu. Sekitar pukul 17.30 WIB kami melakukan pendakian. Tapi sebelumnya mendaftar dulu di pos Cemoro Kandang dengan membeli tiket seharga Rp5000/orang. Sebelum melakukan perjalanan, kami memilih salah satu untuk menjadi leader dan sweeper. Leader penunjuk jalan dan sweeper sebagai penjaga dibelakang, untuk mengecek dan memastikan tidak ada rombongan yang tertinggal. Selangkah demi selangkah kami susuri jalan yang cukup landai, walaupun terkadang ada jalan yang sulit dilalui, sehingga mengharuskan kami melangkah dengan hati-hati. Apalagi hanya mengandalkan penerangan dari head lamp dan senter yang kami bawa masing-masing ditengah gelapnya malam di Lawu. Setelah sekian lama berjalan, sampailah kami di pos 1. Nafas pun kami atur untuk melanjutkan perjalanan ke pos selanjutnya. Pos 2, pos 3 kami lalui. Terkadang kami menemukan para pendaki yang istirahat di pos-pos tersebut, sekedar untuk menghangatkan badan ataupun membenahi career yang set-setnya mulai kurang kenceng. Semakin malam, udara cukup menusuk-nusuk kulit, angin malam berhembus menggoyahkan semangat kami untuk meneruskan perjalanan. Tidak sedikit, kami menemukan para pendaki yang ngedrop akibat hipotermia. Perjalanan kami lanjutkan, selangkah demi selangkah, tidak secepat dan sesemangat diawal, energi kami sedikit demi sedikit mulai menurun, oksigen yang kami hirup juga semakin sedikit, karena posisi kami berada di ketinggian yang lebih tinggi.

Sekitar jam dua kurang dini hari kami sampai di pos 4. Disini, kami disuguhi pemandangan alam yang sangat mengesankan. Kami melihat lampu-lampu kota dibawah berkerlap kerlip. Dalam hati, saya tak lupa mengucap syukur, dan memberikan motivasi tersendiri bagi saya untuk bisa sampai ke puncak. Angin semakin berhembus kencang. Kami sesekali istirahat sejenak dan tak berani untuk berlama-lama istirahat. Kami sampai di pos 5 dan terus berjalan hingga sampai Sendang Drajat. Di sana kami menjumpai rombongan yang menggunakan goa untuk istirahat. Kami pun mencari tempat untuk istirahat, karena pada waktu itu menunjukkan pukul 02.30 WIB. Kami masuk ke dalam goa yang tak terlalu dalam di samping Sendang Drajat. Disana saya dan teman-teman akhirnya memutuskan untuk beristirahat, tanpa membuka dome, karena goa yang kami tempati cukup melindungi kami dari cuaca diluar maupun gangguan hewan. Kopi, susu dan mie instant menjadi menu makan malam kami. Dimasak diatas kompor lapangan. Memang benar, lapar dan letih serta udara gunung yang dingin membuat selera makan kami meningkat dari biasanya. Rasa mie yang biasanya biasa-biasa saja, di sana menjadi super lezat dan cukup menambah stamina tubuh. Dengan beralaskan SB dan matras, kami tidur, suara gigi beradu terdengar karena menggigil kedinginan.
Pukul 04.30 kami terbangun, mendengar suara adzan yang menggema. Sungguh, sangat menenangkan hati, ketika mendengar ayat-ayat Ilahi didengungkan di tempat yang tidak biasanya. Alhamdulillah, masih ada orang-orang yang ingat dengan Tuhan-Nya disaat-saat seperti ini. Tidak lengah dan kalah dengan segala gangguan, untuk melaksanakan kewajibannya. Subhanalloh. Bergegas kami sholat Shubuh, meskipun tidak semuanya tergerak hatinya untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Setelah itu, saya beserta teman-teman perempuan menyiapkan sarapan, dan yang laki-laki mengambil air di Sendang Drajat. Saat itu, lumayan ada air yang tertampung, sehingga kita bisa mencuci muka dan sikat gigi.
Karena udara diluar yang masih sangat dingin, akhirnya kami kembali masuk dalam SB, hingga melewatkan indahnya sunrise. Matahari pun sudah beranjak naik ketika kami bangun dari tidur selepas Shubuh tadi. Sedikit kecewa, namun kami masih menyisakan semangat untuk bisa sampai di puncak. Langkah kecil, kadang disertai lari-lari, kami menuju puncak Hargo Dumilah 3265 dpl, puncak tertinggi Lawu. akhirnya kami bisa menginjakkan kaki disana, setelah berlelah-lelah berjalan. Di puncak ini ada tugu dengan prasasti, dulu prasastinya bertuliskan huruf jawa kuno, sayang tugu ini sering di corat-coret sama orang-orang yang ngaku “PECINTA ALAM”.
Kami pun mengabadikan pemandangan yang jarang kami dapatkan. Sangat indah. Bendera MEPA-UNS pun berkibar di puncak Lawu. Setelah puas menikmati tiupan angin, dinginnya puncak Hargo Dumilah dan pemandangan yang mengesankan dari puncak tertinggi Lawu, kami memutuskan untuk turun melalui jalur Cemoro Kandang.